Perda Poligami; “Salah Garuk” Anggota Dewan

Sulaisi Abdurrazaq Ketua APSI Madura

Sulaisi Abdurrazaq Ketua APSI Madura

Terdapat beberapa motivasi yang mendorong refleksi ini ditulis, yaitu: pertama,gagasan Perda Poligami dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pamekasan menjadi atensi publik dan sangat sensitif. Bahkan, dalam tempo yang amat singkat isu ini menyebar dan dibaca oleh ribuan orang karena isteri Bupati Pamekasan ikut memberi pendapat ?setuju? jika Perda ini disahkan (baca: http://www.antarajatim.com 20 dan tanggal 22 Desember 2016).

Kedua, hanya terdapat kurang lebih 2 (dua) aktivis perempuan yang merespon, yakni KORPRI sebagai representasi kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan KOHATI sebagai representasi kader perempuan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan. Belum ada akademisi atau aktivis perempuan lain yang menyikapi isu ini secara teoritis-akademis, hanya lebih pada setuju atau tidak dengan rasa sedikit reaktif.

Ketiga, opini ini muncul dari Kabupaten yang popular dengan jargon “Gerbang Salam atau Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami”, suatu jargon yang dapat dipersepsi memperoleh legitimasi religius.

Keempat, isu ini bahkan muncul dalam suatu group WhatsApp alumni Pasca Politik Universitas Indonesia (Pascapol UI) dengan judul “Dukung Perda Poligami, Istri Bupati Pamekasan Siap Dimadu”. Karena ketika studi S2 di Pascapol UI penulis memilih peminatan tentang “Perempuan dan Politik” yang di dalamnya paling tidak mengkaji tentang “Perspektif Teori Gender”, “Perempuan dan Politik”, serta “Perempuan dan Pembangunan”, maka penulis terdorong untuk merespon isu tentang Perda Poligami ini.

Jika dijajal, isu tentang poligami ini lekas meluas dan seksi karena terdapat dua public figure yang menjadi nara sumber dan amat demonstratif, pertama, seorang anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, kedua, isteri seorang Bupati Pamekasan.

“Salah Garuk”
Nara sumber dari seorang anggota legislatif telah membuat simplikasi yang amat tidak proporsional dalam memandang praktek prostitusi terselubung di Kabupaten Pamekasan sebagai masalah sosial, sehingga publik tergiring untuk melihat dan memahami akar masalah secara keliru.

Untuk mengibaratkan kata yang keliru itu saya meminjam istilah Eep Saifulloh Fatah dengan sebutan “menggaruk pantat ketika kening gatal”, sehingga dapat kita bilang anggota DPR Kabupaten Pamekasan “salah garuk”, karena mestinya sebelum mengeluarkan pendapat ke ruang publik seorang anggota legislatif sebagai wakil rakyat kudu menganalisa dahulu apa yang menjadi penyebab utama terjadinya praktek prostitusi terselubung, jangan simplistis dan eskapis.

Cara berpikir yang melarikan diri dari sumber masalah sesungguhnya membuat kita prihatin, karena selain tuai protes menggambarkan suatu institusi pengambil kebijakan yang hendak mengatasi masalah dengan membuat masalah baru. Jika masalahnya adalah praktek prostitusi terselubung mestinya dicari akar masalahnya, apakah karena faktor ekonomi rendah, faktor lapangan pekerjaan yang amat susah, ataukah ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, garuklah pantat jika pantat yang gatal.

Fenomena “salah garuk” ini harus diprotes rame-rame agar segera diakhiri, karena kalau dilakukan pembiaran maka dapat menjadi kebiasaan—masih kata Eep: “orang-orang yang gatal pantat justru terus berlomba-lomba untuk menggaruk kening sambil merasa sudah menyelesaikan masalah”. Anggota DPRD Pamekasan jangan salah garuk lagi ya…!!!

Bias Gender
Sementara nara sumber dari seorang isteri Bupati Pamekasan yang memberi respon “silahkan saja jika mau diperdakan” wajar jika ditafsirkan “setuju” oleh rekan-rekan pers, karena tidak ada sedikitpun kalimat yang menentang secara eksplisit terhadap gagasan Perda Poligami.

Sikap isteri Bupati Pamekasan tersebut sangat ambigu karena di satu sisi daerah selaku eksekutif wajib mengimplementasikan gender budget sebagaimana Inpres Nomor 9 tahun 2000 yang diperkuat oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 132 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender (PUG), namun di sisi lain isteri bupati malah memberi pernyataan yang bias gender.

Salah satu kalimat yang perlu dikritisi adalah kalimat “….artinya berjalan sesuai dengan kodrat sebagai isteri kedua….”. Mestinya sebagai public figure seorang isteri pejabat eksekutif berhati-hati menggiring opini publik yang sensitif gender, jangan mencitrakan suatu keadaan yang tidak responsif gender, katakan dengan tegas bahwa gagasan itu diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Kalimat “kodrat” itu sangat seksis dan bukan perspektif gender. Seksis maksudnya berkaitan dengan aspek biologis yang melekat secara fisik sebagai alat reproduksi, seperti perbedaan jenis kelamin. Adalah benar jika perspektif yang berkaitan dengan aspek biologis dikatakan “kodrat”, namun keliru jika soal gagasan poligami direspon dengan kalimat “…….kodrat sebagai isteri kedua….”, karena hal itu sangat diskriminatif.

Diskriminatif dan bias gender terjadi akibat dari faktor internal yang tidak mawas gender serta pengaruh eksternal yang dipengaruhi konstruksi biologis, konstruksi sosial dan konstruksi agama. Artinya, isu Perda Poligami tidak berkaitan dengan “kodrat”, melainkan berkaitan dengan konstruksi sosial yang dapat berubah sewaktu-waktu.

Sadar atau tidak banyak perempuan telah mengalamai berbagai bentuk diskriminasi gender dalam kehidupan sosial, seperti: subordinasi, stereotipe, marjinalisasi, double burden (beban ganda), serta kekerasan terhadap perempuan. Jika ditambah dengan gagasan-gagasan yang tidak konstruktif dan diskriminatif terhadap perempuan dari pengambil kebijakan, beban apalagi yang akan dibebankan kepada kaum perempuan di Pamekasan ini?

*Penulis adalah Ketua APSI Madura

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.